Senin, 08 Februari 2010

Diriku dan Kemahasiswaan dalam Satu Semester di ITB

Dari sekian banyak pelajaran yang telah saya dapatkan selama mengikuti bridging BIUS, salah satu hal yang sangat berkesan adalah mengenai pentingnya meningkatkan soft skills. Berangkat dari pengetahuan ini, maka saya mencoba untuk turut berperan serta dalam kegiatan kemahasiswaan di kampus. Baik organisasi maupun kepanitiaan, dengan harapan tidak hanya soft skills, melainkan jiwa sosial dan kepedulian saya semakin terpupuk. Namun setelah beberapa bulan berselang, ternyata tidak banyak kemajuan dan manfaat yang saya dapatkan. Saya merasa belum mampu memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki, sehingga belum banyak kontribusi yang bisa saya berikan.

Hambatan dalam Kegiatan Kemahasiswaan dan Ideologi

“Kegiatan Kemahasiswaan”, ya Inilah salah satu bahan refleksi saya di semester satu. Awalnya, sebagai mantan “aktivis” di SMA, saya pikir akan mudah untuk menyeimbangkan antara kegiatan perkuliahan dengan non perkuliahan. Namun saya dikejutkan dengan jauhnya perbedaan antara aktivitas organisasi di SMA dengan di perguruan tinggi, baik dari segi intensifitas maupun sistemnya. Diperlukan loyalitas dan keseriusan dalam melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan. Tidak ada lagi dispensasi untuk kegiatan-kegiatan non akademis seperti di SMA. Jadi, tidak jarang saya harus berpikir “ekstra” untuk menetapkan pilihan. Ikut kegiatan berarti “bolos” kuliah. Sebaliknya, memilih kuliah maka akan banyak pengalaman berharga yang saya lewatkan.

Selain itu, kegiatan organisasi di kampus sudah mengarah pada perjuangan ideologi. Terkadang dalam sebuah perkumpulan saya harus dihadapkan dengan teman-teman yang memiliki pandangan berbeda. Akhirnya saya memutuskan untuk menarik diri dari perkumpulan tersebut demi mempertahankan ideologi saya. Inilah tindakan yang tidak akan pernah saya sesali, bahkan sangat saya banggakan. Tentunya hal ini juga akan saya jadikan refleksi untuk menghadapi tantangan ke depan yang semakin berat dan tidak terprediksi.

Kurang Maksimal

Berkaitan dengan kurang maksimalnya saya dalam berorganisasi, banyak faktor yang menjadi penghambat, baik itu dari dalam diri sendiri, maupun faktor dari luar. Saat ini saya berada dalam sebuah organisasi kampus yang menuntut wawasan luas dan kepekaan yang tinggi terhadap informasi dari lingkungan sekitar. Ironinya hal ini tidak diimbangi dengan kemauan saya untuk membaca buku-buku sebagai bahan penambah wawasan. Terlebih lagi, tidak adanya media seperti TV, koran, dan radio yang menyebabkan saya sering tertinggal informasi dan belum maksimal di organisasi tersebut.

Terlepas dari hambatan-hambatan dan masalah organisasi tersebut, mungkin kunci pemasalahan saya di semester satu adalah paradigma berpikir saya yang masih memprioritaskan IP. Paradigma tersebut diperparah dengan pengaturan waktu yang masih berantakan. Selama di semester ini, masih banyak waktu yang terbuang sia-sia. Selain itu, saya belum bisa mendisiplinkan diri. Masih banyak penundaan pekerjaan kuliah yang akhirnya mengakibatkan menumpuknya tugas. Sehingga sisa waktu yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kegiatan lain, tersita hanya untuk mengerjakan tugas.

Akhir sebuah renungan

Itulah sebagian kecil refleksi saya di semester ini. Tidak hanya kemahasiswaan, namun banyak aspek lain yang tidak bisa saya ceritakan semua. Tentunya harus ada tindakan lanjut sebagai bentuk perbaikan atas introspeksi ini. Mulai dari lebih mendisiplinkan diri, peka terhadap informasi, memanage waktu dengan baik , sampai pada memulai untuk banyak membaca. Semua harus saya mulai dari kesungguhan yang kuat untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karena ada pepatah arab yang menyatakan “barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dapatlah ia”. Selain itu, saya harap apa yang saya tanam dan lakukan saat ini, dapat bermanfaat untuk ummat dan bangsa.

Jika bukan generasi muda bangsa ini lalu siapa lagi? “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubahnya sendiri” (QS. Ar ra’ad : 11)

Minggu, 07 Februari 2010

Sayembara Desain Gedung ITB



Mulai tahun 2010 ITB berencana membangun 4 gedung baru dengan ketinggian bangunan hingga 10 lantai. Keempat bangunan tersebut akan didirikan di dalam lingkungan bersejarah Kampus Ganesha di bagian utara yang akan didanai sebagian oleh pinjaman dari the Japan International Cooperation Agency (JICA) dan sebagian oleh Pemerintah Indonesia.

Dalam rangka menyediakan fasilitas-fasilitas baru dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini, ITB bermaksud untuk mengundang para arsitek terbaik Indonesia untuk menunjukkan talenta kreatif dan motivasi mereka dalam sayembara desain arsitektur berskala nasional ini.

Tujuan dari sayembara ini adalah untuk mendapatkan rancangan skematik arsitektural terbaik untuk keempat gedung serta desain ulang Gerbang Utara Kampus ITB. Desain skematik tersebut pada tahun 2010 akan dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk dokumen teknik yang akan digunakan dalam proses konstruksi.

Sayembara ini telah disusun dalam sebuah rangkaian jadwal. Antara lain pendaftaran on-line dapat dilakukan mulai tanggal11 Januari 2010 sampai 8 Februari 2010, pengumpulan rancangan gedung untuk paket 1 tanggal 15 Februari 2010 dan untuk paket 2 tanggal 22 Februari 2010, pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2010 yang kemudian dilanjutkan dengan proses pengembanagan desain awal pasca sayembara pada tanggal 8 Maret - Juli 2010.

Sayembara dibagi menjadi dua paket. Yakni sayembara paket 1 dan sayembara paket 2. Sayembara paket 1 terdiri dari usulan desain awal (Preliminary Design) dari tiga buah gedung dan desain ulang Gerbang Utara Kampus ITB. Gedung pertama adalah Gedung Center for Advanced Studies (CAS) yang akan berlokasi di sebelah timur Perpustakaan Pusat ITB. Di dalam gedung ini terdapat beberapa laboratorium sains tingkat lanjut, yang akan menjadi sarana penelitian sains terdepan yang akan digunakan oleh peneliti dari berbagai program studi dari dalam maupun dari luar ITB.


Gambar 1. Lahan CAS, dilihat dari arah timur.

Gedung kedua adalah Gedung Center for Research and Community Services (CRCS). Gedung ini akan berlokasi di timur laut kampus, dimana saat ini terletak kantor LAPI ITB dan Puslog ITB yang akan dibongkar sebelum konstruksi dimulai. Di dalam gedung ini akan terdapat beberapa ruang kantor dan ruang pertemuan dari berbagai organisasi yang terdapat di ITB yang berkaitan dengan riset dan pelayanan masyarakat.


Gambar 2. Lahan CRCS, dilihat dari arah barat daya. Gedung yang ada akan dibongkar sebelum konstruksi.


Gedung ketiga yang merupakan bagian dari paket 1 adalah Gedung Center for Arts, Design and Language (CADL) yang akan berlokasi di sebelah barat Gedung PAU, dimana saat ini terdapat sebuah Gedung Serba Guna (GSG) sementara. GSG ini akan dibongkar sebelum pelaksanaan konstruksi. Gedung CADL akan diisi dengan fasilitas-fasilitas baru untuk Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dan untuk Pusat Bahasa ITB.


Gambar 3. Lahan CADL, dilihat dari arah utara. Gedung GSG akan dibongkar sebelum konstruksi.


Tiap gedung harus memiliki tempat parkir pada level dasar.

Sayembara Paket 2 terdiri atas perancangan satu Gedung Center for Infrastructure and Built Environment (CIBE). Gedung ini akan dibangun di sebelah barat Gedung Program Studi Fisika dan Program Studi Teknik Sipil, dan sebelah utara dari Gedung Basic Science. Gedung CIBE ini akan diisi dengan fasilitas laboratorium dan kantor untuk Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB.

map ITB
Gambar 4. Lahan CIBE, dilihat dari arah timur laut. Gedung yang ada akan dibongkar sebelum konstruksi.

Sayembara Desain ITB ini terbuka bagi seluruh arsitek berwarga negara Indonesia baik secara individu maupun tim yang bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar negeri dengan membayar biaya pendaftaran sejumlah Rp. 300.000,00 untuk sayembara Paket 1 dan Rp. 200.000,00 untuk sayembara Paket 2.. Bagi peserta tim, setidaknya dua orang anggota tim memiliki gelar setingkat Sarjana Teknik di bidang arsitektur. Juri, konsultan teknik, panitia sayembara beserta pegawai atau anggota keluarganya tidak diperkenankan mengikuti sayembara ini.

ITB telah membentuk tim juri Sayembara Paket 1 dan Paket 2 terdiri dari 5 (lima) anggota yaitu Ir. Endi Subiono, IAI (Ketua Ikatan Arsitek Indonesia), Dr. Ir. Iwan Sudradjat, MSA (Dekan Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB), Louise Cox (President of The International Union of Architects), Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, Ph.D., M.Arch., IAI (Dosen Arsitektur Universitas Indonesia) dan Ir. R. Muslinang Moestopo, MSEM, Ph.D (Ahli rekayasa struktur, Staf Ahli Wakil Rektor Bidang Organisasi dan Perencanaan ITB).


Rancangan gedung ini diharapkan memenuhi seluruh prinsip rancangan arsitektur mulai dari memperhatikan isu keberlanjutan sosial, sampai memperhatikan adanya akses untuk penyandang cacat.

Hadiah yang akan diberikan bagi para pemenang sayembara cukup menggiurkan. Untuk sayembara paket 1 telah disediakan uang sebesar Rp 100,000,000 untuk juara 1, Rp 30,000,000 untuk juara 2 dan Rp 20,000,000 juara 3. Untuk sayembara paket 2 telah disediakan uang sebesar Rp 60,000,000 untuk juara 1, Rp 20,000,000 untuk juara 2 dan Rp 10,000,000 juara 3. Jumlah uang tersebut belum dipotong pajak. (sumber www.jica-project.itb.ac.id/sayembara)

ITB dan Beasiswa

“ITB mahal!” Begitulah opini masyarakat yang santer terdengar di telinga kita. Dengan pematokan Sumbangan Pembangunan Dana Awal (SDPA) yang tinggi, ITB bak sebuah singgasana yang tidak dapat digapai oleh mayoritas masyarakat kita, khususnya kalangan menengah ke bawah. Selain itu, ketakutan akan ketidakmampuan membiayai kehidupan selama kuliah turut mengurungkan para pelajar berpotensi dengan ekonomi “pas-pasan” untuk berkuliah di ITB.

Berkaca dari opini tersebut, sebenarnya apa faktor penyebab sehingga ITB begitu mahal? Sebagai sebuah institusi pendidikan yang akan menuju world class dan research university, ITB perlu meningkatkan fasilitas sarana dan prasarananya. Tentunya pengembangan fasilitas ini juga bertujuan untuk memberikan pendidikan yang berkualitas bagi mahasiswanya. Inilah yang menjadi keunggulan ITB dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di Indonesia. Selain itu satu hal yang tidak bisa kita pungkiri adalah bahwa dibutuhkan biaya yang besar untuk mendapatkan pendidikan yang baik.

Terlepas dari semua itu, ITB tidak begitu saja membiarkan mahasiswanya kesulitan. ITB bekerjasama dengan banyak pihak seperti pemerintah, instansi swasta/perusahaan, perorangan, Ikatan Orangtua Mahasiswa, dan Ikatan Alumni untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswanya. Selain itu, ITB telah memberikan jaminan bahwa ITB tidak akan men-DO mahasiswanya hanya karena masalah keuangan.

Adapun beasiswa yang diberikan di ITB, dibagi menjadi lima kategori besiswa. Yaitu Beasiswa Ekonomi, Prestasi, Pengembangan minat, Beasiswa USM ITB terpusat dan beasiswa Ikatan Kerja. Seluruh kategori tersebut, terbagi lagi menjadi beberapa jenis beasiswa. Dari kelimanya, hanya beasiswa USM ITB Terpusat yang menyediakan beasiswa bagi calon Mahasiswa ITB.

Yang perlu kita ketahui, berdasarkan keterangan Alief Sadlie K.(PN 05), menteri pelayanan dan kesejahteraan mahasiswa (PENKESMA) kabinet KM ITB, dana beasiswa di ITB mencapai puluhan milyar tiap tahunnya. Namun, dana tersebut belum dapat dimanfaatkan seluruhnya. Bahkan tiap tahunnya banyak beasiswa yang tersisa. Menurutnya, hal ini disebabkan taraf hidup mayoritas mahasiswa ITB yang bisa dikatakan mampu. Selain itu, informasi turut menjadi kendala sehingga pendistribusian beasiswa terhambat.

Oleh karena itu, mari kita bantu penyebaran informasi mengenai beasiswa ini baik di luar maupun di dalam kampus. Kita harapkan tidak ada lagi para pelajar berpotensi yang ragu untuk meneruskan kuliahnya di ITB. Dengan demikian, kita turut berkontribusi membantu pemerataan pendidikan di Indonesia. Selain itu, bagi para mahasiswa ITB yang merasa tidak mampu membiayai kuliah, jangan jadikan dana sebagai hambatan kita untuk berkarya. Justru jadikanlah hal tersebut sebagai motivasi untuk meningkatkan prestasi.