Sabtu, 01 Januari 2011

Emansipasi Wanita, Penunda Surga?

Dibalik anak yang luar biasa ada ibu yang lebih luar biasa dibelakangnya. Begitulah ungkapan yang dapat menggambarkan betapa ibu sangat menentukan sukses tidaknya seorang anak. Bagaimana tidak? Ibu memberikan lingkungan pendidikan sejak dini hingga dewasa bagi anak di rumah. Ucapan, gerak-gerik, dan tingkah laku ibu di rumah akan menjadi contoh bagi buah hatinya. Namun seiring berjalannya waktu, mayoritas ibu di dunia tidaklah berperan sebagaimana idealnya. Perlahan tapi pasti, semuanya terkikis dengan embel-embel “emansipasi wanita”.

Dalam haditsnya yang sangat familiar Rasulullah mengatakan “Aljannatu tahta aqdami ummahaatikum,” atau “surga itu di bawah telapak kaki ibu.” Dalam Hadits ini tersirat pesan bahwa ibulah yang membangun surga bagi anak-anaknya di masa depan. Beliaulah yang membentuk kepribadian, kecerdasan, dan mentalitas anak. Dengan demikian, jelas bahwa dalam konsep islam, ibu sangat ditekankan untuk mendidik anak-anaknya.

Namun persepsi tentang peran ibu dalam pendidikan anak semakin hari kian terkikis dengan isu emansipasi wanita. Tren yang terbangun saat ini adalah persamaan derajat antar “gender”. Berawal dari persamaan hak untuk mendapatkan pendidikan, sampai pada masalah persamaan dalam pekerjaaan. Paradigma ini terus berlanjut hingga mayoritas orang berpikir bahwa lebih mulia perempuan yang menjadi wanita karir dibandingkan ibu rumah tangga.

Dampak Emansipasi

Buah dari keagungan emansipasi wanita telah kita rasakan sekarang, salah satunya kerusakan moral. Betapa sering kita jumpai pemberitaan-pemberitaan mengenai kenakalan remaja. Beberapa hari yang lalu (24 Desember 2010) salah satu televisi swasta mengangkat kehidupan beberapa siswi di Bogor yang sudah terjun ke dunia pelacuran dalam usia 15 tahun. Lebih mengejutkan lagi, pemberitaan media televisi tentang survey baru-baru ini yang menyatakan bahwa lebih dari 50% pelajar di Jabodetabek sudah tidak perawan. Semua ini terjadi berkat terkesampingkannya waktu orang tua untuk mendidik anak akibat sibuk bekerja.

Selain itu, seringkali ibu yang sibuk bekerja tidak memiliki waktu untuk menyusui anaknya dengan Air Susu Ibu (ASI). Mereka lebih mementingkan karirnya hingga ASI pun digantikan dengan susu-susu ber-merk. Padahal jelas sekali dalam surat Al-Baqarah ayat 233 Allah menganjurkan para wanita untuk menyusui anaknya secara sempurna, yaitu dua tahun. Lebih jauh lagi, dalam berbagai penelitian telah dijelaskan bahwa ASI merupakan susu dengan kualitas terbaik yang menunjang kecerdasan serta kesehatan anak. Dengan demikian kurangnya asupan ASI berimbas pada kurang optimalnya kecerdasan dan kesehatan anak. Jika ini terus terjadi, maka kualitas generasi penerus kita akan terancam.

Proses Perubahan Sosial

Perubahan sosial yang menyebabkan berubahnya cara pandang ini telah terencana dengan sangat baik dan berhasil memberikan dampak buruk bagi ummat. Agar dapat menghindarinya, maka kita harus mengetahui cara-cara ideologi ini menyebar. Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul rekayasa sosial bahwa perubahan sosial bisa dilakukan dengan people’s power, persuasive strategy, dan normative reeducative. Seluruh cara inilah yang dikemas dengan cantik sebagai alat untuk merubah paradigma berpikir publik.

Sudah bukan rahasia lagi jika negara-negara maju seperti Amerika dengan power nya selalu mengajak negara lain agar menjadikan mereka sebagai kiblat, contohnya dalam hal demokrasi. Lebih jauh lagi, mereka mendoktrin kita bahwa salah satu kriteria keberhasilan demokrasi suatu negara adalah jika perempuan berperan penting dalam berbagai aspek, termasuk pemerintahan. Isu ini terus mereka gulirkan dengan mejadikan HAM sebagai tameng. Terbukti di negara kita doktrin ini berhasil menyebabkan perubahan besar pada sistem pemerintahan dengan adanya jumlah minimal keterwakilan wanita di DPR.

Selain itu, yang tak kalah gencar adalah persuasive strategy melalui media elektronik. Betapa sering kita lihat sinetron saat ini yang didalamnya menampilkan pasangan orang tua yang bekerja. Perubahan ini sangat mencolok mengingat dulu dalam setiap buku pelajaran Sekolah Dasar (SD) selalu diberikan contoh cerita ayah yang mencari nafkah, sedangkan ibu di rumah. Dengan seringnya masyarakat melihat televisi, sudah pasti mereka akan ikut larut dalam budaya-budaya baru yang diciptakan. Media memberikan efek yang sangat tinggi dalam merubah perilaku masyarakat. Hebatnya semua perubahan yang terjadi sangatlah halus dan tidak terasa hingga kita merasa bahwa ini adalah sesuatu yang wajar.

Cara yang paling signifikan namun tidak terasa adalah dengan pendidikan. Tidaklah salah bahwa perempuan harus mendapat kesempatan mengenyam pendidikan yang sama dengan laki-laki. Namun kesalahan ada pada paradigma yang terbentuk selama proses pendidikan berjalan. Sampai saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa fungsi bersekolah adalah untuk mencari kerja. Oleh karena itu, tidak heran jika masih ada orang tua yang tidak mau putrinya menjadi ibu rumah tangga dengan alasan sayang akan tingginya pendidikan anak.

Generasi Penerus Berkualitas

Dalam momen hari ibu ini, sudah seharusnya kita menyadari bahwa telah terjadi penyelewengan makna mengenai emansipasi wanita dan HAM. Isu ini tidak henti-hentinya digulirkan sebagai upaya untuk merusak generasi penerus. Terbukti hal itu berhasil dengan kerusakan moral yang terjadi saat ini. Jika kita tidak segera melakukan perubahan pola pikir maka kehancuran ummat tinggal menunggu waktu. Kita harus ingat bahwa Allah melarang hambaNya untuk meninggalkan kaum yang lemah di belakang mereka. Dalam membentuk generasi penerus yang berkualitas inilah sangat dibutuhkan peran ibu.

Sangat penting bagi para ibu dan calon ibu untuk mencurahkan perhatian dan waktunya untuk anak. Bukan berarti pendidikan tinggi yang diraih akan sia-sia jika sibuk mengurusi anak. Justru kekreatifan dituntut tinggi disini. Banyak cara untuk mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat, salah satunya dengan berwirausaha. Dengan membuka usaha di rumah, tentunya ibu dapat memberikan tambahan pemasukan tanpa melupakan peran mulianya sebagai pendidik buah hati menuju kesuksesan abadi. Karena memang ibulah yang akan membangun surga bagi anak-anaknya di masa depan.